Tahun 1983 adalah momen penting bagi dunia teknologi di Indonesia. Internet pertama kali diperkenalkan di negara ini, tapi sayangnya hanya bisa digunakan oleh instansi pemerintah dan beberapa institusi pendidikan. Internet, bagi masyarakat awam, adalah sesuatu yang asing.
Namun, semuanya berubah pada tahun 1994 ketika seorang sosok sederhana namun brilian membawa perubahan besar.
Dikutip Warta Siger melalui kanal YouTube DQ Creator, sosok tersebut adalah Otto Toto Sugiri, seorang pria dengan rambut panjang abu-abu yang sering mengenakan kaos hitam lengan panjang dan celana jeans.
Tanpa aksesori atau gaya yang mencolok, siapa sangka pria ini adalah veteran teknologi yang membangun pondasi internet di Indonesia?
Toto Sugiri lahir pada tahun 1953, meskipun tidak banyak informasi yang tersedia tentang masa kecilnya. Namun, dalam beberapa wawancara, ia pernah bercerita bahwa masa kecilnya dihabiskan dengan bermain bersama teman-teman di perkampungan, dekat dengan alam.
“Waktu dulu, kalau mau punya mainan, harus buat sendiri,” kata Toto.
Bukannya mengeluh, ia justru merasa senang dan kreatif, sebuah fondasi penting dalam pembentukan karakternya.
Selepas SMA, Toto menempuh pendidikan di Jerman, tepatnya di RWTH Aachen University, salah satu universitas terkemuka di bidang teknik.
Minatnya terhadap dunia pemrograman sudah tumbuh besar saat itu, meskipun masih banyak orang yang belum memahami pentingnya teknologi ini. Menariknya, Toto awalnya diarahkan oleh ayahnya untuk menjadi dokter.
Namun, dalam sebuah tikungan nasib, ia gagal dalam ujian kedokteran dan akhirnya diterima di jurusan Teknik Elektro. Toto tidak terlalu memikirkan dampak keputusannya di masa depan, yang penting saat itu adalah mengikuti passion-nya.
“Saya suka matematika, dan teknik elektro penuh dengan matematika. Jadi ya, saya ambil saja,” ujarnya.
Setelah lulus dari RWTH Aachen pada tahun 1981, Toto harus pulang ke Indonesia karena sang ibu jatuh sakit. Saat itu, mendapatkan pekerjaan di Indonesia tidaklah mudah, terutama bagi seorang programmer.
Selama dua tahun, Toto berjuang mencari pekerjaan hingga akhirnya sebuah kesempatan datang dari seorang teman kuliahnya. Ia diajak mengembangkan perangkat lunak untuk mengelola kredit nelayan di Papua. Proyek itu berhasil, dan membuka pintu bagi kesempatan baru.
Tak lama kemudian, pamannya yang bekerja di Bank Bali menawarkan pekerjaan pada Toto. Awalnya, ia enggan menerima tawaran itu, tetapi akhirnya setuju setelah dijanjikan seperangkat komputer besar.
Di Bank Bali, Toto mengasah kemampuan pemrogramannya dan membantu mengembangkan sistem teknologi perbankan selama enam tahun.
Namun, lama-kelamaan, ia merasa bosan dengan pekerjaan yang terlalu rutin dan aturan ketat bank yang membuatnya harus memakai dasi—sebuah hal yang sangat tidak ia sukai.
Pada tahun 1989, Toto memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya di Bank Bali dan mendirikan perusahaan perangkat lunak bersama teman-temannya. Perusahaan itu dinamakan Sigma Cipta Caraka, yang fokus pada pengembangan sistem teknologi perbankan.
Bersama rekan-rekannya, termasuk Marina Budiman (yang kemudian menjadi presiden komisaris PT DCI Indonesia dan salah satu perempuan terkaya di Indonesia), mereka membangun Sigma menjadi perusahaan yang berkembang pesat.
Waktu itu, kebijakan pemerintah di sektor perbankan cukup longgar, sehingga jumlah bank di Indonesia meningkat drastis, dari hanya 111 menjadi 240.
Toto melihat peluang ini dan langsung menargetkan bank-bank baru yang membutuhkan dukungan teknologi. Dalam waktu singkat, Sigma berhasil meraih keuntungan besar, hingga 1,2 juta dolar AS dalam setahun.
Pada tahun 2008, Telkom Indonesia membeli 80% saham Sigma Cipta Caraka senilai 35 juta dolar AS. Sigma pun berganti nama menjadi Telkomsigma, dan menjadi perusahaan terkemuka dalam manajemen data di Indonesia.
Pada tahun 1994, berbekal kesuksesan Sigma, Toto melihat peluang lain: internet. Saat itu, meskipun internet sudah ada, aksesnya terbatas hanya untuk kalangan tertentu.
Toto ingin membuat internet bisa diakses oleh semua orang, dan dengan semangat pionirnya, ia mendirikan PT Indo Internet, yang dikenal sebagai Indonet—penyedia layanan internet pertama di Indonesia.
Berkat Indonet, masyarakat Indonesia akhirnya bisa mengirim email, browsing, dan menikmati berbagai layanan internet lainnya, yang kini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Indonet membuka jalan bagi perkembangan internet di Indonesia. Jika dulu orang hanya bisa berkirim surat dengan cara konvensional, kini email hadir sebagai alternatif cepat.
Tak hanya itu, Indonet juga membantu banyak perusahaan dan individu mengakses informasi global dengan mudah. Bisa dibilang, Toto Sugiri adalah orang yang meletakkan fondasi bagi seluruh kemajuan digital yang kita nikmati sekarang, mulai dari akses Google hingga menikmati konten di YouTube, Facebook, dan TikTok.
Meski sukses besar dengan Sigma dan Indonet, Toto tidak berhenti di situ. Pada tahun 2011, ia mendirikan PT DCI Indonesia, perusahaan pusat data terbesar di Indonesia.
Pusat data ini dirancang dengan standar tinggi, mendapatkan sertifikasi Tier IV, yang merupakan klasifikasi tertinggi di industri pusat data global.
Dengan keamanan berlapis dan kapasitas energi besar, DCI menjadi pilihan utama bagi perusahaan-perusahaan besar, termasuk Alibaba, Amazon Web Services, Google Cloud, dan Microsoft.
Dengan keberhasilan DCI, Toto sekali lagi menunjukkan kepiawaiannya dalam membaca peluang dan merancang strategi bisnis yang cerdas.
Keuntungan PT DCI terus meningkat, dengan pendapatan mencapai 590 miliar per tahun, atau sekitar 40 miliar per bulan pada tahun 2023 dan 2024.
Langkah besar lainnya datang pada Januari 2021, ketika PT DCI Indonesia resmi menjadi perusahaan terbuka. Toto, dengan kecerdasannya, berhasil menggandeng Anthony Salim, seorang tokoh berpengaruh di dunia bisnis Indonesia.
Anthony, yang dikenal sebagai bos dari Grup Indofood dan salah satu dari “Sembilan Naga” di dunia bursa saham, berhasil menaikkan nilai saham DCI hingga lebih dari 13.000% dalam waktu kurang dari enam bulan.
Saham yang awalnya seharga Rp400 per lembar, melonjak menjadi Rp59.000 pada pertengahan Juni 2021. Bahkan, perdagangan saham DCI sempat dihentikan beberapa kali karena pergerakan harganya yang ekstrem.
Investor yang beruntung membeli saham DCI di awal, menjadi kaya raya dalam waktu singkat. Bayangkan saja, modal awal sebesar Rp5 juta bisa berubah menjadi Rp700 juta hanya dalam beberapa bulan.
Media pun ramai memberitakan fenomena ini, dan nama Toto Sugiri serta Anthony Salim menjadi sorotan. Toto tak hanya mengubah wajah teknologi di Indonesia, tapi juga membuat sejarah di pasar saham.
Meskipun telah mencapai kesuksesan yang luar biasa, Toto tetap dikenal sebagai sosok yang sederhana. Dalam beberapa kesempatan, ia sering berbicara tentang prinsip hidupnya yang mengutamakan kesederhanaan dan menjauhi utang.
“Saya lebih memilih menjual sesuatu yang saya punya daripada harus meminjam,” kata Toto dalam sebuah wawancara.
Baginya, menjaga mental dan kebiasaan adalah hal yang penting.
Toto juga selalu menekankan pentingnya bekerja keras dan tidak meminta-minta, terutama kepada orang tua. Baginya, bakti kepada orang tua adalah salah satu kunci keberhasilannya.
Ia selalu berbicara dengan penuh hormat tentang orang tuanya dan merasa bahwa berkat doa mereka, segala urusannya selalu dimudahkan.
Kisah hidup Toto Sugiri adalah contoh nyata bagaimana kesederhanaan, kecerdikan, dan kerja keras bisa membawa seseorang ke puncak kesuksesan.
Dari seorang yang dulu kesulitan mencari kerja, hingga menjadi miliarder dengan kekayaan yang mencapai lebih dari 2,1 miliar dolar AS, Toto Sugiri telah membuktikan bahwa inovasi dan ketekunan adalah kunci untuk meraih mimpi.
Sebagai sosok yang sering dijuluki “Bill Gates Indonesia”, Toto Sugiri tidak hanya mengubah wajah teknologi di Indonesia, tetapi juga memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk terus berinovasi dan berjuang dalam dunia teknologi.
Itulah kisah inspiratif dari sosok pionir teknologi Indonesia, yang tak hanya membawa internet ke Tanah Air, tapi juga menjadi aktor di balik berbagai perubahan besar dalam dunia digital dan bisnis di Indonesia.***
Editor: Hadi Jakariya
Sumber: YouTube/DQ Creator
No Comments